BAB I
LATAR BELAKANG
Dalam rangka mengahasilkan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya maka melalui mata kuliah Introduction to Sosiology, mahasiswa/i The London School of Public Relations – Jakarta diberikan tugas observasi lapangan oleh dosen pembimbing mata kuliah ini yaitu Bapak Sherman Zein mengenai kehidupan sosial di dalam masyarakat Indonesia yang beragam ini. Tim kerja kami mendapatkan target Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk observasi ini.
Tujuan diberikannya tugas observasi ini agar mahasiswa/i komunikasi mampu mengaplikasikan teori-teori yang ada ke dalam masyarakat dimana yang akan menjadi tujuan akhir dari mahasiswa/i jurusan Komunikasi Massa (Mass Communication). Teori – teori yang dimaksud bukan hanya berasal mata kuliah Sociology namun juga berasal dari mata kuliah Communication Sciece, Commnucation Theories, Psychology Communication dan Investigative Reporting.
Dalam observasi PSK ini kami mulai dengan mengobservasi tempat tinggal para PSK yang biasa disebut mess hingga ke lapangan tempat mereka bekerja. Data yang kami peroleh dari 5 (lima) PSK ini akan kami jadikan langkah awal dalam menyelesaikan tugas observasi ini yang kemudian kami sebut sebagai subjek dalam pembahasan ini. Kelima PSK yang kami maksud adalah Kiki, Ana, Nola, Marina, dan Ivana. Nama – nama tersebut merupakan nama samaran yang sengaja dibuat agar para pelanggan lebih tertarik karena secara psikologi nama seseorang akan mempengaruhi kehidupan sosialnya juga. Pada dasarnya para PSK ini berasal dari pulau Jawa bahkan dari luar negeri dengan berbagai latar belakang yang membuat mereka berkecimpung di dalam profesi ini. Mulai dari masalah ekonomi, sosial, cinta bahkan karena hanya sekedar sebagai pekerjaan sampingan (free lance).
Untuk observasi ini kami lebih banyak menggunakan metode wawancara secara langsung dengan subjek melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah kami siapkan. Agar tidak menyalahi aturan dalam berbincang-bincang dengan subjek kami pun mengikuti alur pembicaraan dengan subjek. Observasi ini akan lebih baik apabila dilengkapi dengan data serta dokumentasi yang mendukung sebuah fakta yang telah kami gali dari lapangan. Kami menggunakan kamera dan alat perekam digital dengan alasan selama wawancara sangat sulit bagi kami untuk mengingat semua informasi dari subjek yang untuk kemudaian akan kami olah.
Kesuksesan dalam observasi ini juga bergantung kepada pembagian tugas yang baik dan kinerja dari setiap anggota kelompok kerja kami. Dalam tugas observasi ini teamwork kami terdiri dari lima orang yaitu:
-
Alta Windiana
-
Cindy Christy Arum
-
Fransiska
-
Julius Caesar
-
Syafri Doini
BAB II
HASIL OBSERVASI
Hari 1
Tanggal : Selasa, 11 Desember 2007
Target Observasi : Pekerja Seks Komersial
Jumlah : 3 (tiga)
Lokasi : Kos – Kosan
Cengkareng Indah – Jakarta Barat
Waktu : 15.00 – 17.00
Hari 2
Tanggal : Kamis, 20 Desember 2007
Target Observasi : Pekerja Seks Komersial Asing
Jumlah : 2 (dua)
Lokasi : Pub/ Klub
Hayam Wuruk- Jakarta
Waktu : 21.30 – Selesai
Selasa, 11 Desember 2007 (Jakarta) pukul 13.00 hari pertama observasi tim kami berangkat dari LSPR di Sudirman park menuju tempat target untuk memulai tugas observasi ini. Perjalanan kami melewati kawasan Slipi Jaya lalu Grogol dan berberbelok ke jalan Daan Mogot dan kemudian menuju kawasan Cengkareng Indah, Jakarta Barat tepatnya berdekatan dengan wilayah PT.ABC. Jalan yang kami lalui cukup rusak dan lokasi target yang kami tuju cukup jauh dan masuk ke dalam gang-gang kecil dimana hanya satu mobil yang bisa mengakses jalan tersebut.
Setelah tim kami memarkirkan kendaraan kami pun mencoba menyusuri salon yang terkenal sering dikunjungi para kupu-kupu malam ini untuk memanjakan diri mereka, sebut saja Cantik Salon. Salon tersebut terletak tidak jauh dari kos mereka. Karena sudah membuat janji dengan pemilik salon, kami pun langsung di antar menuju kos yang dimaksud. Setibanya disana suasana memang tampak ramai dan seperti kos-kosan ditemani lagu T2 yang memang sedang populer. “Aa Aa…Ok….Ku mau dengar Ok…Yeah…” Tampak banyak wanita malam mengenakan pakaian yang cukup minim di waktu senggang mereka sembari menunggu saat malam tiba. Menurut pernyataan salah satu target yang kami temui menyatakan ada sekitar 41 kamar yang semuanya ditempati oleh mereka. Mereka tampak bercengkerama dengan rekan-rekan sejawat mereka dan teman laki-laki yang tentunya tidak kami kenal. Sesampainya disana kami bertemu Kiki(31) lalu diikuti dengan Ana (24), dan Nola (25).
Hari kedua, Kamis 20 Desember 2007 hari pertama kami libur Natal dan Tahun Baru, merupakan kesempatan bagus untuk observasi selanjutnya. Ditemani oleh beberapa teman kami yang kenal dan pernah ke klub di kawasan Hayam Wuruk Jakarta, dimana tempat tersebut menyediakan PSK elite atau disebut juga dengan PSK Asing. Saat memasuki Klub malam tersebut suasananya begitu dingin bagi kami yang baru pertama kali masuk ke tempat seperti ini. Ada bodyguard di depan pintu masuk mengawasi para pendatang, suasana di dalam klub sangat bising diiringi alunan house music yang dimainkan oleh seorang DJ, disambut pula dengan laser biru dan merah yang memeriahkan suasana di dalam. Walaupun minim lampu, kami masih dapat melihat samara-samar wanita bule yang sedang melayani tamu minum. Setelah berbincang-bincang dengan “leader” disana, PSK asing yang “tersedia” di klub ini berasal dari Rusia, China, Uzbekistan, dan Thailand. Akhirnya dengan susah payah kami dapat mewancarai dua PSK asing yang sedang senggang dan mereka berdua sudah tidak canggung lagi diwawancara karena mereka pernah sekali diwawancara oleh wartawan sebuah majalah tapi sayangnya keterbatasan bahasa dan waktu membatasi kami untuk bertanya lebih jauh, walau kami ditemani seorang “guide”, mereka adalah Marina (29) dan Ivana (27). Mereka berdua berasal dari Rusia.
Kisah Kiki, Ana, dan Nola
Kiki mengaku berasal Malang dan merupakan lulusan S1 Ekonomi dari salah satu perguruan tinggi swasta di Malang sedangkan Ana berasal dari Indramayu dan Nola berasal dari Sidoarjo. Karena batal menikah di Malang membuat Kiki memutuskan untuk mancari pekerjaan dengan pendidikan S1 nya. Kiki ditawari bekerja di Jepang dan diharuskan mengikuti pelatihan sebagai waitress di Bandara, sebuah pub di kawasan Pesing, Jakarta Barat. Kiki mengakui kalau ia merupakan orang yang mudah menyesuaikan diri. Tak terlintas di benaknya sedikitpun bahwa tempat itu merupakan awal dari perjalanan kisahnya menjadi PSK. Sebagai waitress yang lumayan cantik, Kiki mendapat banyak sambutan dari tamu-tamu pub sebagai orang baru. Tips yang diberikan lumayan yaitu sekitar Rp.5000,- pada tahun 1999. Setelah dua minggu bekerja sebagai waitress ia pun ditawari oleh seorang germo untuk mendapatkan uang yang cukup banyak dengan menjual keperwanannya. Semangat Kiki untuk melupakan tunangannya di kampung serta membanggakan orang tuanya membuatnya tidak berpikir panjang lagi dan mengambil tawaran tersebut. Kasur dengan seprei putih menjadi saksi bisu hilangnya keperawanan Kiki pada saat itu di dalam ruangan berukuran 4×3 meter dengan tarif Rp.2.500.000,- Kode etik dalam dunia PSK adalah apabila seorang wanita ingin menjual keperawanannya adalah dengan menyiapkan kasur dengan seprei putih. Kariernya pun berjalan hingga saat ini.
Lain lagi dengan Ana yang pada saat merintis karirnya berumur 15tahun. Peristiwa Mei 1998 membuat Ana dijual oleh ayahnya kepada seorang germo di Indramayu tahun 1999. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan sekitar 70% masyarakat Indramayu menjual dan mendukung anak perempuannya untuk berkarier di bidang pemuasan nafsu laki-laki ini. Ana ditemani ayahnya mengahantarnya hingga ke Jakarta. Sama halnya dengan kisah Kiki yang kisah hilangnya keperawanannya hanya disaksikan kasur berseprei putih di dalam ruangan kecil berukuran 4×3 meter. Pub Bandara dengan 4 lantai dengan karaoke pada lantai pertama, dangdut pada lantai kedua, diskotik pada lantai ketiga dan kamar untuk check in di lantai keempat. Keperawanan Ana dijual Rp.3.500.000,- pada hari pertamanya dan Rp. 750.000,- pada hari keduanya yang kemudian berangsur-angsur turun. Kariernya pun berjalan hingga sekarang.
Nola yang berumur 25 tahun juga tidak menyangka dirinya menjadi penjaja seks. “ Keluarga saya sangat miskin, saudara saya banyak ada 6 saya anak ketiga, nggak tega liat bapak banting tulang, dulu saya pernah jadi buruh tani loh..”, aku Nola. Ia meninggalkan kampung halaman sejak umur 17 tahun dan hanya berijazahkan SMP. Tadinya ia ditawari bekerja di pub dan karaoke dan hanya sekedar menemani tamu-tamu minum, namun kata pengelola pub jika menemani tamu penghasilannya kecil, lebih baik temani tamu diranjang. Nola pun hanya mengiyakan saja. Nola pun memberikan keperawanannya kepada salah satu pelanggan yang sudah bapak-bapak. Ia belum mengerti saat itu, jika menjual keperawanan maka akan dibayar mahal, sayangnya hasilnya itu dimakan oleh manajer pub. Lalu Nola sudah terbiasa dan semakin ahli, bahkan ia pindah dari germo satu ke germo lain untuk mendapat penghasilan yang lebih baik dan akhirnya sampai kepada Salon di Cengkareng ini. Nola juga berharap agar adiknya tidak terjerumus kepada lembah nista ini.
Alasan ekonomi yang biasanya dijadikan alasan oleh para wanita malam bukan merupakan alasan yang utama namun masalah sosial yang lain seperti masalah sosial seperti yang dihadapi Kiki di Malang. Rasa malu membuatnya memutuskan untuk meninggalkan Malang.
-
KELUARGA
Bebeda dengan Ana yang profesinya didukung oleh keluarganya. Kiki hingga saat ini masih merahasiakan pekerjaan yang dipandang rendah oleh masyarakat awam ini. Setiap lebaran, Kiki selalu menyempatkan dirinya untuk pulang kampung dan apapun nasihat dari orang tua tetap ia patuhi. Sholat lima waktu tetap ia jalani berikut juga puasa.
Sayangnya orangtua Nola tidak tahu apa-apa mengenai profesi anaknya, mereka hanya menerima uang kiriman dari Nola tanpa tahu uang itu berasal dari mana.
Dalam bersosialisi setiap manusia tetap memiliki satu sisi yang bisa dibanggakan dari dirinya. Sisi itulah yang membuat keseimbangan dalam diri mereka sehingga mereka dapat bertahan.
-
KEHIDUPAN MALAM
Kehidupan malam yang erat kaitannya dengan pandangan sosial dari masyarakat karena merupakan cara untuk meneruskan hidup yang diharamkan. Para PSK ini kerap kali terjaring operasi dadakan yang diadakan oleh pihak polisi. Kiki, Ana dan Nola yang pada awal terjaring sempat berpikir untuk tidak meneruskan profesi ini. Namun mereka hanya ditahan semalam oleh pihak polisi dan kemudian dibebaskan sedangkan mami dari anak-anak ini masih tetap ditahan hingga dapat membayar tebusan RP.350.000,-. Semenjak itulah Kiki, Ana, dan Nola selalu siap apabila mendapat kabar tentang akan diadakannya razia para PSK terutama di bulan puasa. Namun hal ini dapat dihindari apabila mereka membayar iuran Rp.250.000,- per bulan kepada pihak aparat. Terlepas dari masalah razia, mereka juga kerap mendapatkan pelanggan yang berasal dari kalangan polisi, ABRI bahkan aparat pemerintahan. Pelanggan-pelanggan yang berasal dari kalangan tertentu kadangkala ada yang membayar namun ada juga yang tidak mau membayar dengan ancaman akan mengacak-acak tempat kerja mereka. Ketika ditanyai apakah di tempat kerja pihak pub menyediakan security Kiki secara spontan menjawab “Ada tentunya, namun pihak security kami tidak bisa apa-apa…Karena mereka takut pihak seperti polisi itu memanggil polisi-polisi yang lain. Kan mereka punya koneksi-koneksi. Kami pun takut lah ntar tempat kita cari duit ditutup…”.
Lain di tempat kerja lain lagi di mess. Biasanya para PSK ini dijemput pukul 19.30 dari mess mereka dan kembali ke mess pukul 05.00 pagi. Warga yang sebenarnya terganggu dengan kehadiran mereka merasa risih dan tak jarang mereka mengata-ngatai para wanita malam ini sehingga tak jarang kata-kata kasar dilontarkan para PSK ini. Bagaimana tidak? “Bagaimana kalau warga-warga di posisi kami. Kami melakukan ini juga karena kami terpaksa. Toh siapa sih yang mau? Hanya saja kami uda terlanjur basah.” Jawab Ana dengan kesal.
Nah, disinilah peran mami sebagai pengasuh anak-anak malam mengayomi anak-anak asuhnya agar bagaimanapun kita harus tetap menghormati warga bahkan menyempatkan diri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dapat dilihat bahwa dalam kehidupan para malam bukan hanya didominasi oleh hal-hal yang negatif. Namun etika dan tata karma kesopanan masih dijaga. “Walaupun kami dianggap apa lah ya…Kami harus tetap bisa dihormati orang dan itu bisa terjadi kalo kita menghargai orang juga” lanjut Nola.
-
KODE ETIK DUNIA PROSTITUSI
Pada saat tugas di tempat kerja banyak juga norma-norma yang harus diikuti. Seperti pernyataan Kiki berikut ini, “….kita itu kadang lagi nemenin tamu-tamu karaoke atau apa juga ga sembarangan (maaf) diobok-obok. Kalo mau monggo di atas ada tempat yang sudah disediakan. Kan belum tentu semua orang yang pub itu mau begituan ada kan yang cuma refreshing untuk cari hiburan…”
Hal terpenting yang juga masih diperhatikan oleh para PSK ini adalah masalah narkotika. Kehidupan malam memang tidak jauh dengan masalah narkotika. Para PSK mengaku mereka sangat menjaga jarak dengan obat-obatan haram tersebut. Selain tidak ditanggung oleh perusahaan apabila mereka terjaring, para PSK ini juga masih memikirkan dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
-
SISI MANIS dan PAHIT PROFESI
Setiap pekerjaan tentu mempunyai sisi manis dan pahit selama menjalaninya. Kiki mengaku pernah ditawari tiga ban istilah untuk berhubungan badan langsung dengan dua laki-laki melalui vagina dan dubur. Sebagai PSK yang professional dan memang tujuan utamanya adalah uang ia menerima tawaran tersebut dengan bayaran Rp.350.000,- per jam yang biasanya hanya Rp.200.000-per jam. Dalam satu malam mereka dapat melayani hingga 7 pelanggan. Pendapatan mereka hanyalah Rp.70.000,- dari setiap jam melayani pelanggan. Setiap pelanggan yang melewati beberapa menit saja dari waktu satu jam akan dihitung menjadi dua jam. Dalam satu minggu penuh bekerja setiap malamnya minimal mereka mendapatkan dua pelanggan setiap malam.
Alasan para PSK yang kita ketahui lebih suka menggaet pelanggan – pelanggan yang lebih tua “karena kalo om-om kan tips nya kenceng…kalo anak-anak muda mah kurang”, tutur Nola. Selain alasan tips yang besar para PSK ini juga mengaku kalau pelanggan-pelanggan muda sangat menyiksa mereka dikarena mereka diminta untuk meniru-niru adegan-adegan dalam film porno.
Beberapa diantara para PSK ini juga mengaku ada yang mendapatkan penghidupan yang lebih dari cukup apabila sudah ada pelanggan yang sudah kecantol dengannya. Saat ini Kiki menjadi salah satu peliharaan seorang petinggi dari sebuah organisasi. Dirinya mengaku ia selalu dibelikan apa yang dia mau. Namun Kiki harus senantiasa ready apabila sewaktu-waktu om yang memeliharanya membutuhkannya. Sehingga tak jarang Kiki rela absen di tempat kerja demi menjaga kepuasan pelanggannya.
-
KESEHATAN
Bekerja penuh dalam seminggu tentunya membuat kondisi para PSK ini tidak stabil dan rentan terhadap penyakit apalagi penyakit kelamin. Dari pernyataan para PSK ini kami mendapatkan informasi bahwa setiap dua minggu sekali seorang dokter langganan selalu mendatangi mereka untuk memberikan suntik antibiotic seharga Rp.30.000,- dan untuk tetap menjaga kondisi kelamin sebagai asset utama para PSK ini melakukan gurah vagina setiap bulan secara rutin dengan menghabiskan Rp.200.000. Kesemuanya ini menjadi tanggungan pribadi para PSK ini.
Untuk menjaga agar kondisi selalu fit, para PSK ini mempunyai strategi khusus, “Yah kita usahakan lah gimana supaya waktu di kamar kita ajak ngobrol jadi maen nya cuma bentar.” Tidak jarang para PSK ini bertemu dengan kaum-kaum yang memikirkan masalah kesehatan mereka (istilah bagi para PSK ini adalah kaum intelek) saat pulang kantor dan menyambangi tempat kerja mereka, mereka selalu menggunakan alat kontrasepsi berupa kondom yang ditawati oleh para room boy di tempat kerja mereka.
-
RENCANA Ke DEPAN
Untuk harapan kedepannya setiap PSK ini mempunyai jawab-jawaban tersendiri. Menurut Kiki apabila ada seorang pria yang mau menerimanya maka ia siap untuk meninggalkan pekerjaan ini dan menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik sedangkan Ana belum tau hingga kapan akan menggeluti profesi ini.
Nola juga berharap bisa menjalani kehidupan seperti wanita biasa, ingin menikah dan punya anak. Pernah ia mencoba menjalin cinta dengan seorang pria tapi hubungan itu sia-sia karena laki-laki itu hanya tertarik tubuhnya saja. “ Dijalani dulu aja deh, pengennya sih lepas dari lingkaran setan ini.. doakan saja yah..hehehe”, katanya dengan canda.
Kisah Marina dan Ivana.
Marina (29), merupakan PSK asal Rusia dengan tinggi badan kira-kira 175 cm. hebatnya lagi dia bisa berbahasa Korea, sedikit Inggris dan baru belajar bahasa Indonesia. Rambutnya panjang gelombang dan pirang, pakaiannya sangat minim seperti sudah terbiasa dengan hawa dingin di dalam klub. Marina mengaku datang ke Jakarta karena alasan kesulitan ekonomi, sebelumnya ia pernah menikah, sayngnya sekarang ia menjadi janda. Ia bercerita tentang suaminya dengan wajah menahan sedih, dulu saat ia tinggal dengan suaminya, Alexander hidupnya tergolong mapan dan berkecukupan. Suaminya mempunyai bisnis jual beli mobil. Tapi suatu ketika suaminya ditembak mati oleh seseorang yang tidak dikenal. Harapan Marina pun pupus, semakin lama uang tabungannya tidak bisa lagi membiayai hidupnya. Kemudian ia ditawari oleh temannya yang lebih dulu telah menjadi PSK di Indonesia untuk ikut ke Jakarta dan menjadi PSK. Akhirnya Marina memutuskan untuk ikut dengan maksud megubah nasib. Sesampai di Jakarta, ia cukup terkejut ternyata banyak juga gadis-gadis dari negara bahkan sekota dengan Marina ada di “tempat” ini. Ia juga mengeluh ternyata bisnis di Jakarta tidak langsung membuatnya kaya mendadak, “ mungkin karena saya masih baru waktu itu”, katanya sambil tertawa kecil. Hal yang lebih membuat kami terkejut adalah ternyata Marina adalah seorang sarjana S1 dalam bidang hukum, lulusan salah satu Universitas di Rusia. Sayangnya, mengapa ia tidak meggunakan ilmunya untuk mencari kerja yang lebih baik dan tidak menjalani pekerjaan yang melanggar norma susila ini.
Lain lagi dengan kisah Ivana yang sekarang berusia 27 tahun yang sama-sama berasal dari Rusia, wanita ini tidak kalah cantik dengan Marina sedikit lebih pendek dengan tinggi sekitar 165 cm dan rambut pirang kecoklatan. Ia menguasssai bahasa Inggris dan sedikit Indonesia. Berbeda dengan kisah Marina yang pertama kali datang ke Jakarta dengan tujuan menjadi PSK, Ivana datang pertama kali ke Indonesia adalah menjadi seorang akunting di sebuah bank asing di Jakarta, tapi ada sebuah peristiwa yang tidak mau ia katakan yang mengubah jalan hidupnya menjadi seorang PSK. Ivana adalah seorang gadis dengan latar pendidikan baik, sarjana akunting di sebuah Universitas di Rusia. Sebenarnya ia tidak berminat menjadi penjaja seks, dulu ia gadis baik-baik di kota asalnya tapi karena terhimpit ekonomi, “ manusia bisa berubah 180 derajat, hahaha….” Katanya dengan tertawa kecil. “ sekarang saya lebih nakal, tidak mendapat tamu beberapa hari saja sudah resah” tambahnya lagi.
-
KELUARGA
Karena Marina sudah menikah dia bukan lagi tanggungan keluarganya. “ keluarga saya tidak peduli dengan saya, yang mereka tahu saya masih hidup, hahaha..”. marina mengakui masih merindukan keluarganya, ia merasa malu bertemu keluarganya dalam keadaan sekarang.
Keluarga Ivana hanya mengetahui ia bekerja di Jakarta sebagai akunting. Siapa menyangka ternyata anak mereka menjadi penjaja seks. “ gadis tidak perawan lagi tidak aneh disana, tidak seperti di Indonesia…yak an..” katanya dengan bahasa Indonesia tertatih-tatih.
-
KEHIDUPAN MALAM
Untuk menemani pelanggan biasanya dilakukan suite room di atas klub ini. Karena mereka PSK asing harganya juga setaraf dollar. Bila dibandingka dengna PSK domestic yang satu malam berkisar Rp. 350.00an, PSK elite ini bisa mencapai tiga kali lipatnya bahkan lebih. Tidak jarang Marina dan Ivana dipesan langsung, jadi mereka tidak melakukan hubungan seks di suite room yang disediakan melainkan di hotel berbintang mewah. Pelanggan mereka pastinya golongan atas, pekerja kantor yang sudah memiliki jabatan tinggi bahkan pejabat-pejabat. Ada juga anak-anak orang kaya yang penasaran mencicipi “hidangan asing”.
Marina bercerita kisahnya dengan salah satu pelanggan, karena ia sedang menghadapi dilema kantong kering, maka ia suka berbohong kepada pelanggannya. “ Besok visa saya habis dan perlu uang 2juta, saya harus mengurus besok tapi saya tidak punya uang, bisakah kamu membantu saya?.” Katanya pura-pura lesu. Tentu saja mau tidak mau pria yang memakai jasanya itu harus membayar jumlah uang yang dikatakan Marina. “Hahaha, padahal saya membohonginya..” kenang Marina.
PSK asing datang ke Indonesia biasanya lewat visa kunjungan wisata atau bekerja sebagai professional, seperti visa yang dimiliki Ivana.
Bicara mengenai tariff sangat beragam sekali, tergantung klub mana yang dikunjungi. PSK asal Eropa biasanya paling mahal dengan harga bekisar antara 1-2 juta lebih, Thailand dan China berkisar antara 750ribu- 1juta rupiah. Lumayan jauh dibandingan PSK kualitas “ekspor”.
-
KODE ETIK DUNIA PROSTITUSI
Kedua wanita inipun menjawab sama. Hal-hal yang harus diperhatikan saat menjalani tugas, Marina sanga tidak setuju dengan pelanggan yang memaksanya memakai narkotika. Kadang ada pelanggan yang sebelum melakukan hubungan seks harus menyuntikan narkotika dulu untuk kepuasan. “ Walaupun saya sudah dipandang sebagai wanita jalang, saya bukanlah penikmat barang iblis itu”, jelas Marina. Sama halnya dengan Ivana walau ia mengaku suka mencampur minumannya dengan ekstesi tapi menolak menggunakan narkotik saat berhubungan, karena pria itu bias melukainnya karena aliran darahnya terpacu dan merasa lebih berani kadang tidak sadarkan diri dan melakukan tindak kekerasan.
Hal lainnya adalah penggunaan alat kontrasepsi, “Kesehatan penting, saya juga tidak mau tertular HIV” ujar Marina dan Ivana. Jika mereka tidak mau menggunaan kondom, mereka harus membayar dua kali lipat.
-
SISI MANIS dan PAHIT PROFESI
Sesuatu yang menarik dari pekerjaan ini tentu saja penghasilannya, kata mereka berdua. Apalagi jika sedang kebanjiran order. “Bisa jadi jutawan, hahaha”, tawa Ivana. Hal yang menarik lainnya jika mereka mendapat pelanggan dengan jabatan tinggi, direktur misalnya. Segala sesuatu dalam hidupnya bisa terpenuhi. Selain mendapat penghasilan dari para pelanggan, hidup mereka juga ditanggung oleh “perusahaan” diberi fasilitas seperti apartemen, makan, pakaian, pulsa dan uang jajan. Tidak perlu memikirkan tinggal dimana, makan apa karena semua ditanggung.
Semuanya tidak selalu berjalan mulus, kadang keadaan sulit sering membelit kedua PSK asing ini. Jika PSK “ekspor” sering terjaring operesi polisi dadakan lain halnya dengan PSK “impor”, polisi bekerja sama dengan pihak imigrasi melakukan razia, mereka akan menangkap PSK yang visanya belum diperpanjang ataupun yang sedang “mangkal” di klub. Karena razia itu otomatis para PSK harus libur beberapa hari dan bersembunyi di apartemen. Tentu saja penghasilan menurun drastic karena tidak ada tamu yang mampir. Bahkan jam kerjanya dibatasi dari mulanya sampai jam 3pagi sekarang sampai jam 11 malam saja. “ Saya sedih tidak bisa kemana-mana dan tidak terima tamu.” Ujar Ivana.
-
KESEHATAN
Kesehatan menyangkut performa kerja para PSK asing ini dan harus dijaga baik-baik. Mereka mengatakan hanya butuh cek rutin ke rumah sakit atau poliklinik special. Mereka juga mengutamakan menggunakan alat kontrasepsi pada pelanggan. Jika terdapat penyakit kelamin, perusahaan yang musti bertanggung jawab terhadap biaya pengobatan. “ Jika terjadi kehamilan?? Wah saya juga bingung karena untungnya saya belum pernah hamil oleh pelanggan, jika saya hamil yah..terpaksa gugurkan saja…..semoga saja tidak yah..”, kata Marina
“ Yah..saya juga sependapat dengannya”, balas Ivana.
-
RENCANA Ke DEPAN
Bagi Marina rencana kedepannya adalah bila kondisi sudah memungkinkan (mapan) saya akan kembali ke Negara asal saya dan tidak ingin lagi kembali ke Jakarta. “ Pengalaman sekali seumur hidup saja di Jakarta, tapi saya mau berlibur di Bali dulu…hahahaha”, jelas Marina.
“Umm…ada saatnya saya berhenti dari profesi ini, saya juga ingin hidup bahagia bukan dari materi belaka”, kata Ivana tegas